GORESAN TENTANG SYARIAT ISLAM di ACEH
Masjid Raya Baiturrahman - Aceh |
Syariat Islam di Aceh
mengalami kemunduran. Penerapan syariat Islam di Aceh seringkali diganggu oleh
pihak luar. Yang terakhir adalah gugatan Amnesty International tentang hukum
cambuk. Bagaimana tanggapan saya?
sayai tidak akan
terpengaruh dan tak ada masalah dengan itu. Karena itu, hanya ulah segelintir
manusia. Memang dari dahulu aturan syariat Islam selalu diganggu penerapannya.
Tapi kita percaya kalau Islam mengatakan dan memerintahkan harus hukum cambuk,
saya kira tidak ada tawar-tawar lagi. Jusrtu yang ada sekarang masyarakat Aceh
kesal. Karena kok masih sangat sedikit sih yang bisa dilakukan untuk syariat
Islam di Aceh.
Kalau ada orang yang
bilang cambuk tidak boleh, cambuk melanggar HAM, apakah mereka bisa menghadang.
Dan, mereka sebenarnya tidak punya data. Sekarang, kalau diganti penjara,
walaupun dipenjara 100 tahun tidak mati-mati, tetap saja dosanya belum
terhapus.
Bagaimana evaluasi MPU
terhadap formalisasi syariat Islam yang sudah berlangsung kurang lebih sepuluh
tahun?
Tentang syariat Islam
di Aceh, saya melihatnya mundur. Mundurnya dapat kita lihat dari beberapa sisi.
Pertama, dari sisi penambahan produk qanun. Sebab kita sepakati, di Aceh ini
tidak akan dilaksanakan suatu yang berkaitan syariat Islam dan hak-hak individu
apabila belum ada ketentuan. Ketentuan yang tertulis. Maka diharapkan untuk itu
adalah qanun, peraturan bupati, atau keputusan gubernur, dan sebagainya.
Sekarang ada dua qanun
yang sudah disahkan oleh MPU memenuhi persyaratan untuk disahkan, yaitu Qanun
Jinayaat dan Qanun Hukum Jinayat. Itu sudah disahkan oleh DPRA Aceh. Hanya
tingal ditandatangani gubernur. Tapi belum juga ditandatangani (Gubernur -red).
Padahal sudah paraf semua. Inilah yang saya katakan langkah mundur.
Tapi dari sisi yang
lain, mungkin ada nilai positifnya. Misalnya, sementara waktu untuk memperkuat
agenda pendidikan. Kalau kita berbicara syariat Islam, tentu kita juga
berbicara masalah sanksi, masalah hukuman. Dan sesungguhnya itu juga adalah hal
yang berat dan bisa salah tafsir. Jadi, langkah awalnya untuk memahamkan
syariat dimulai dari pendidikan. Ada kesan jika penerapan syariat di Aceh tidak
efektif. Hal ini bisa dilihat dengan maraknya kasus pelanggaran qanun, seperti
berkhalwat. Apakah seperti itu?
Semua orang punya hak
untuk memberikan kesan. Perlu diketahui, tingkat tindak kriminal lebih kecil
prosentasenya setelah diterapkan syariat Islam di Aceh. Jadi yang banyak
memprotes itu orang luar yang suka membuat-buat masalah. Ini adalah propaganda
dan konspirasi.
Selain itu, adalah
persepsi masyarakat yang sebelum ada qanun menganggap hal suatu biasa, padahal
itu melanggar syariat. Misalnya, boncengan perempuan dan laki laki. Itu sebelum
ada syariat adalah hal yang tak ada masalah, tapi setelah ada qanun khalwat
sudah ada alasan.
Jadi, inti sebenarnya
adalah pendidikan dan sanksi yang harus dijalankan dulu. Sebab, orang itu kalau
pada dasarnya sudah terdidik dengan pemahaman yang benar terhadap syariat, maka
tidak ada lagi orang yang menganggap syariat ini salah.
Bagaimana dengan
agenda liberalisme di Aceh? Liberalisme gencar karena dipengaruhi LSM-LSM yang
mulai ramai berdatangan. Pemahaman itu juga kebanyakan disebarkan oleh para
dosen-dosen perguruan tinggi yang alumni dari luar. Mereka sengaja memunculkan
bias-bias terhadap qanun. Jadi, mereka tersemangati dengan sesuatu yang
dianggapnya sebagai hal yang baru. Ini sangat liar juga.
Apa yang mendesak
dilakukan untuk mengembalikan spirit penerapan syariat Islam di Aceh?
Pertama, adalah
memperbanyak bahan materil untuk melahirkan produk-produk hukum Islam yang
lain. Terutama juga kitab yang baru-baru, jangan yang kuning saja.
Kedua, kita berharap
kepada teknokrat, para ahli hukum, dapat mengambil ini dan merumuskan gagasan
mereka dalam konsep-konsep qanun yang mudah dipahami dan dilaksanakan.
Ketiga, harus ada
eksekutornya. Ada pelaksanannya. Sebab, betapa baik pun aturan jika tidak ada
yang mengajak melaksanakan maka tidak ada juga artinya. Jadi yang ketiga inilah
yang saat ini masih kurang.*
“Aceh Butuh Pemimpin Pro
Syariat”
Kantor Gubernur Aceh |
Syariat Islam di Aceh
terlihat seperti jalan di tempat. Menurut Anda apa yang menjadi penyebabnya?
Pertama, karena
pengaruh global. Kedua, karena ketidaktahuan terhadap syariat Islam dari
penghuni Aceh sendiri. Penghuni Aceh ini semangatnya besar terhadap pembelaan
dan penegakan syariat Islam, tapi mereka awam.
Di tengah-tengah
ketidaktahuan terhadap syariat Islam, orang Aceh juga mulai merasa terhambat
dengan adanya syariat Islam terutama yang terkait dengan kebiasaan mereka.
Apa saja
kebiasaan-kebiasaan masyarakat Aceh yang masih dirasa menjadi penghambat itu?
Umpamanya berpakaian
ketat bagi perempuan. Itu adalah hambatan bagi wanita yang sudah kebiasaan
berpakaian ketat. Atau tidak shalat bagi orang-orang tertentu. Setelah itu,
baru selanjutnya adalah masalah pemimpin yang tidak paham syariat Islam.
Sehingga Qanun Jinayah yang telah dirampungkan oleh DPRA periode 2009
diberhentikan oleh gubernur dengan alasan adanya hukuman rajam di sana.
Persoalannya, gubernur tidak tahu prosedur penerapan hukuman rajam.
Persoalan rajam terhadap
orang berzina tidak sepele. Harus ada saksi yang melihat, harus ada beberapa
orang yang menyaksikan. Makanya di zaman Nabi pun tidak ada orang yang dirajam
karena kesaksian dari orang-orang bahwa ia telah berzina. Justru di zaman Nabi
lebih banyak orang dirajam karena ikrar, karena memang pengakuan langsung dari
kesadaran mereka.
Tampaknya penerapan
syariat Islam di Aceh selalu mendapat rongrongan dari banyak pihak. Apa
tanggapan Anda?
Sebenarnya, pada
dasarnya ada dua sisi. Pertama, adalah karena mereka jahil terhadap syariat
Islam. Lalu karena tidak tahu terhadap syariat Islam, maka mereka pun menjadi
benci terhadap syariat Islam.
Kedua, karena mereka
memang jahat. Mereka jahat terhadap syariat Islam agar jangan sampai
berkembang.
Ditambah lagi dengan
kejahilan pemimpin Aceh yang tidak punya back ground (latar belakang) pemahaman
syariat Islam yang nyambung dengan mereka. Kalau pemimpin di Aceh ini mahir,
pandai, paham, dan cinta pada Islam, maka orang-orang dari luar tidak akan
berani mengobok-obok syariat Islam di sini.
Di Iran hampir selalu
ada orang yang digantung karena terbukti memperkosa dan membuat kerusakan
lainnya. Di Somalia, perempuan yang tak pakai jilbab berkeliaran di pasar
dicambuk. Tapi Amnesty International tidak pernah komplain dengan itu semua
karena memang kepemimpinan di negara tersebut sigap, dan mereka berani. Tapi,
di Aceh tidak. Dan itu pun ditambah lagi dengan kebodohan umat.
LSM-LSM yang dibiayai
Barat datang ke sini bawa uang kemudian dikasihkan kepada para doktor agar mengkampanyekan
ide-ide libaralisme, HAM dan sekularisme. Itu bahaya sekali. Mereka tidak tahu
bahwa apa yang mereka kampanyekan itu sebenarnya adalah hal yang salah.
Ada kesan masyarakat
Aceh belum siap untuk menerima formalisasi syariat Islam. Apakah demikian?
Masyarakat Aceh sangat
bergairah. Tapi sebagaimana juga dengan masyarakat lain, masyarakat Aceh ini
semangatnya tinggi tapi pemahamannya rendah. Sehingga bisa dimainkan oleh
penguasa. Jadi saya melihat kuncinya memang adalah pemimpin. Itu bisa kita buktikan.!!!
Note :
Buat rekan rekan pembaca artikel Ke Islaman pada Blogspot saya, memang blogspot ini tidak pernahberniat melemparkan pembicaraan berorientasi SARA, apalagi blog ini semata mata blog orientasi pendidikan khususnya kesehatan.. tp penulis hanya ingin mengeluarkan uneg uneg nya selama ini, terlepas dari apapun, penulis hanya ingin kan yang terbaik demi Penegakan Syariat Islam di Bumi Serambi Mekah Aceh loen sayang...
Bonus APLIKASI KE - ISLAMAN
Rekan Rekan pembaca dapat menambah pembendaharaan aplikasi ke Islaman dengan cara mendownload aplikasi yang sudah tersedia pada blog ini.
cara mendownloadnya mudah.. cukup pilih aplikasi yang anda inginkan, klik Linknya.. dan KLIK.. Gratis!!! :)
- Add Qur'an in Word.. Klik ===> Download - Add Qur'an in Word
- AL Qur'an Digital.. Klik ===> Download - AL Qur'an Digital 21
- Arabic Pad.. Klik ===> Download - Arabic Pad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar