Senin, 07 Januari 2013

MONIEZIASIS ( Penyakit Parasitik )


Penyebab
                  Penyakit Monieziasis sangat berbahaya bagi ternak, penyakit ini di sebabkan oleh Cacing M. benedini dan M. expansa.
Moniezia expansa

                  Moniezia benedini terdapat pada ruminansia seperti pada spesies tingkat tinggi. Genus memiliki glandula interploglotid pendek, berlanjut pada pemberian yang berdekatan dengan garis tengah segmennya. Cacing lebih umum terdapat pada sapin daripada domba. Lebar proglotida mencapai 2,5 cm. Telurnya segi empat, sedikit lebih besar dari pada telur Moniezia expansa. Kelenjar interproglotid tidak tersusun disekeliling celah sambungan proglotida, tetapi berupa barisan pendek sekitar pertengahan proglotida. Induk semang proglotida adalah tungau rumput orbatid dari genus yang sama seperti Moniezia expansa. Ruminansia terinfeksi karena makan tungau ketika memakan rumput .
                  M. expansa Menyerang usus kecil pada domba, kambing, lembu dan hewan ruminansia lainnya. Panjangnya mencapai 600 cm dengan lebar 1-6 cm. Ukuran scolek 0,3-0,8 yang dilengkapi dengan prominant sucker segment yang lebih besar dari pada panjangnya yang masing-masing berisi 2 pasang alat kelamin. Ovarium dan gelatid berbentuk bulat pada salah satu sisi, median sampai longitudinal canal, ketika testis di distribusi melalui bagian central. Pinggir posterior masing-masing proglotid berisi sebaris glandula interproglotid yang tersusun mengelilingi terowongan dua lebih uterus bekerja bersamaan secara retikuler pada segmenya. Telur kadang-kadang berbentuk triangular yang berisikan aparatus piriformis dengan ukuran diameter 56-57 mm.

masih ingin lebih jelas mengenai monieziasis ? anda dapat mendownloadnya pada link di bawah ini. Gratis :)
apabila anda puas atau tidak puas.. silahkan beri masukkannya ya... :) Terima Kasih..
Follow twitter @ardas__bgenk or Facebook : Hardiansyah GS
email : drh.hardiansyah@gmail.com



MEKANISME MUNTAH


Muntah adalah aktivitas mengeluarkan isi perut melalui mulut yang disebabkan oleh kerja motorik dari saluran pencernaan. Kemampuan untuk muntah dapat mempermudah pengeluaran toksin dari perut.

1. Etiologi dan Patogenesa
Adapun penyebab muntah antara lain:
  • Penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat    keseimbangan.
  • Penyakit-penyakit karena gangguan metabolisme seperti kelainan metabolisme karbohidrat (galaktosemia dan sebagainya), kelainan metabolisme asam amino/asam organic (misalnya gangguan siklus urea dan fenilketonuria)
  • Gangguan pada system syaraf (neurologic) bisa karena gangguan pada struktur (misalnya hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis dan ensefalitis),ataupun karena keracunan (misalnya keracunan syaraf oleh asiodosis dan hasil samping metabolisme lainnya).

Kondisi fisiologis misalnya yang terjadi pada anak-anak yang sedang mencari perhatian dari lingkungan sekitarnya dengan mengorek kerongkongan dengan jari telunjuknya.
Penyakit gastroenteritis akut merupakan penyebab muntah yang paling sering terjadi pada anak-anak.  Pada kondisi ini, muntah biasanya terjadi bersama-sama dengan diare dan rasa sakit pada perut.  Pada umumnya disebabkan oleh virus dan bakteri patogen.  Virus utama penyebab muntah adalah rotavirus, sementara bakteri patogen mencakup Salmonella, Shigella, Campylobacter dan Escherichia coli.
Muntah terjadi setelah adanya rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah (vomitingcenter, VC) atau pada zona pemicu kemoreceptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ) yang berada di sistim syaraf pusat (central nervous system).  Pusat-pusat koordinasi muntah ini dapat diaktifkan oleh berbagai cara.  Muntah yang terjadi karena stress fisiologis, berlangsung karena adanya sinyal yang dikirimkan melalui lapisan otak luar dan limbic system ke pusat muntah (VC). 
Muntah yang berhubungan dengan gerakan terjadi jika VC distimulasi melalui sistim pengaturan otot (vestibular atau vestibulocerebellar system) dari labirin yang terdapat pada telingan bagian dalam.
 Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal (jaringan syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ. Ujung syaraf dan syaraf-syaraf yang ada didalam saluran pencernaan merupakan penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung dan tertundanya proses pengosongan lambung.
Ketika pusat muntah (VC) distimulasi, maka motor dari cascade akan bereaksi menyebabkan muntah. Kontraksi non peristaltic didalam usus halus meningkat, gallbladder berkontraksi dan sebagian isi dari usus dua belas jari masuk kedalam lambung.  Kondisi ini diikuti dengan melambatnya gerakan peristaltik yang akan mendorong masuknya isi usus halus dan sekresi pankreas kedalam lambung dan menekan aktivitas lambung.  Sementara itu, otot-otot pernapasan akan berkontraksi untuk melawan celah suara yang tertutup, sehingga terjadi pembesaran kerongkongan.  Pada saat otot perut (abdominal) berkontraksi, isi lambung akan didorong masuk kedalam erongkongan.  Relaksasi dari otot-otot perut memungkinkan isi kerongkongan masuk kembali kedalam lambung. 
Siklus dari muntah-muntah berlangsung cepat sampai semua isi lambung yang masuk ke kerongkongan dikeluarkan semua. Pada kondisi muntah juga terjadi peningkatan pro-duksi air ludah, peningkatan kecepatan pernapasan dan detak jantung serta pelebaran pupil mata.
Pada kasus keracunan pangan oleh S. aureus, muntah yang terjadi disebabkan oleh tertelannya enterotoksin staphylococcal yang dibentuk oleh bakteri ini. Staphylococcal yang tertelan, akan berikatan dengan antigen major histocompatability complex (MHC) yang menstimulasi sel T untuk melepaskan cytokine. Sitokin ini selanjutnya akan menstimulasi neuroreseptor yang ada di saluran pencernaan dan rangsangan tersebut akan diteruskan ke sistim syaraf pusat, sehingga memicu pusat muntah (VC) dan mengakibatkan terjadinya muntah.  Enterotoksin staphylococcal sendiri merupakan protein rantai tunggal
dengan BM rendah (26-30 kDa) dan titik isoelektrik 5.7 – 8.6 dan bersifat tahan terhadap panas serta aktivitas enzim proteolitik.
B. cereus menghasilkan toksin cereulide yang memicu muntah (sindrom emetik).  Mekanisme diare disebabkan oleh pengikatan toksin cereulide pada reseptor 5-HT3 yang selanjutnya menstimulasi vagus afferent nerve yang akan mengirimkan rangsangan ke pusat muntah di otak.  Toksin ini merupakan produk metabolit sekunder bakteri yang diproduksi didalam pangan yang dikontaminasinya.  Karakteristik dari toksik ini adalah merupakan peptide siklik, dengan BM 1.2 kDa, tidak bermuatan, tidak memiliki antigen, menyebabkan sindrom emetik, bersifat stabil terhadap panas dan tahan aktivitas enzim proteolitik.

Mekanisme Muntah Secara Fisiologis
Distensi yang berlebihan duodenum menyebabkan suatu rangsangan khususyang kemudian ditransmisikan oleh saraf afferen vagus dan sarafv simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla oblongata, kemudian impuls diteruskan oleh reaksi motorik otomatis untuk kemudian impuls-impuls muntah di transmisikan dari pusat muntah melalui saraf cranialis V, VII, IX, X dan XII ke tractus gastrointestinal bagian atas dan saraf spinalis ke diafragma dan abdomen.
Adapun dalam muntah kita juga mengenal istilah antiperistalsis, yaitu pendahuluan terhadap muntah. Adapaun mekanisme dari antiperistalsis adalah:
Iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan menyebabkan antiperistalsis pada ileum dan gelombang antiperistalsis bergerak mundur naik ke usus halus dalam waktu 2-3 menit, yamg kemudian akan mendoromg isi usus kembali ke duodenum dan lambung yang mmakan waktu 3-5 menit. Bagian atas gestrointestinal terutama duodenum akan meregang sehinggga menyebabkan kontraksi intrinsik duodenum dan lembung yang berlanjut dengan relaksasi spincter esofagus bagian atas  sehingga muntahan akan bergerak ke esofagus dengan melibatkan otot-otot abdomen.

Adapun kerja dari muntah ini akan menyebabkan :
·               Bernafas dalam
·              Naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik spincter esofagus   bagian atas supaya terbuka.
·               Penutupan glottis.
·               Pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior.
Jenis muntah yang disebabkan oleh obat-obatan atau motion sickness, mekanismenya adalah : impuls saraf pada daerah otak di luar pusat muntah yang terletak pada daerah bilateral pada lantai ventrikel ke-4 dekat daerah postrema atau yang lebih dikenal dengan istilah ”ZonaPencetus Kemoresptor”.

Muntah jenis ini biasanya disebabkan oleh penggunaan obat-obatan seperti :
·       Morpin
·       Apomorpin

Selain itu muntah juga bisa disebabkan oleh perubahan arah tubuh yang cepat seperti ketika sedang naik kendaraan, gerakan ini merangsang reseptor labirin untuk kemudian impuls ini akan ditransmisikan melaui inti-inti vestibular kedalam serebelum untuk kemudian detruskan ke zona pencetus kemoreseptor ke pusat muntah untuk muntah

Follow twitter @ardas__bgenk or Facebook : Hardiansyah GS
email : drh.hardiansyah@gmail.com


Feline Enteric Coronavirus ( FEC ) atau infeksi corona virus pada kucing


Feline Enteric Coronavirus (FEC) adalah penyakit serius yang hampir selalu berakibat kematian bagi kucing.

1. Etiologi dan Patogenesa
Penyakit ini disebabkan oleh coronavirus (feline corona virus/FcoV), yaitu sejenis keluarga virus yang juga menyerang anjing, babi dan beberapa spesies virus ini dapat menyerang manusia. Tetapi virus yang menyebabkan FIP pada kucing, tidak dapat menyerang manusia. Adapun penyakit ini bersifat:
·         Penyakit ini terjangkit secara sporaradik yang hampir ditemukan di seluruh dunia.
·         Infeksi penyakit ini juga terjadi secara simultan dan kadang-kadang bersifat fatal.
·         Tidak terjadi viremia ataupun manifestasi penyakit sistemik lainnya.
Coronavirus yang relatif tidak berbahaya dan biasa menyerang kucing yaitu Feline Enteric Coronavirus (FECV). FECV yang bermutasi menjadi virus ganas disebut Feline Infectious Peritonitis Virus (FIPV). Bila respon kekebalan tubuh kucing kurang baik, FECV yang bermutasi jadi FIPV ini dapat menyebabkan penyakit sistemik yang disebut Feline Infectious Peritonitis (FIP).
Penyakit ini bermanifestasi dalam dua bentuk : basah  dan kering. Tipe basah menyebabkan sekitar 60-70% dari keseluruhan kasus penyakit ini dan lebih ganas dari tipe kering. Bentuk penyakit yang muncul sangat tergantung pada reaksi kekebalan tubuh kucing. Bila kekebalan tubuh bereaksi cepat biasanya yang muncul adalah tipe kering. Sebaliknya bila kekebalan tubuh lambat bereaksi, maka tipe basah yang muncul.
Bila respon kekebalan tubuh cukup kuat, gejala penyakit bisa tidak muncul tetapi kucing dapat menjadi carrier dan dapat menularkan virus selama beberapa tahun hingga kekebalan tubuhnya berkurang sedikit demi sedikit. Seiring dengan berkurangnya kekebalan, penyakit akan semakin berkembang hingga timbul gejala sakit dan akhirnya menyebabkan kematian.
Ada dua strain virus penyebab penyakit ini, yaitu FcoV –1 dan FcoV-2, sekitar 85 % penyakit FIP disebabkan oleh strain pertama. Kejadian penyakit FIP sekitar 1 % dari total kucing  sakit yang dibawa ke dokter hewan untuk diobati.
Penyakit ini biasa menyerang kucing, terutama kucing-kucing cattery penampungan hewan, dimana terdapat sejumlah besar kucing dewasa & anakan hidup bersama. Diperkirakan sekitar 10-20 % kucing pada tempat-tempat yang positif mengandung FECV, terinfeksi FIP.  Sekitar 2 %  kasus penyakit terjadi pada pemeliharaan  kucing kurang dari tiga ekor.
Kucing sehat tertular melalui kontak langsung dengan kucing yang terinfeksi atau kotorannya (feces). Kucing yang terinfeksi menyebarkan virus melalui liur dan feces. Penularan terutama terjadi melalui kontak feces dengan mulut, lainnya melalui liur atau lendir saluran pernafasan.
Virus FIP dapat bertahan hidup selama 2 – 3 minggu dengan suhu ruangan pada permukaan kering, termasuk pada peralatan makan kucing, mainan, kotak kotoran (litter), tempat tidur (bedding), pakaian kucing (clothing) atau rambut kucing. Induk yang carrier dapat menularkan virus ke anaknya.
Menurut para ahli, kucing jarang tertular virus FIP secara langsung. Sebagian besar penyakit FIP yang terjadi diduga berasal dari mutasi FECV yang memang banyak terdapat pada pencernaan kucing dan relatif tidak berbahaya.

2.Gejala Klinis
Sebagian besar kucing yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala yang nyata, tetapi sebenarnya virus tetap berkembang di dalam tubuh. Setelah kontak, virus mulai berkembang di tenggorokan dan usus halus kucing. Kemudian pindah ke paru-paru, perut dan menyebar diseluruh usus. Sekitar 1 – 10 hari kemudian virus sudah dapat ditularkan ke kucing lain.
Selama infeksi ini, gejala yang muncul bisa berupa bersin-bersin, mata berair, lendir hidung yang berlebihan, diare, berat badan berkurang, lemah & lesu. Gejala yang muncul bisa juga non spesifik seperti : hilang nafsu makan, depresi, rambut kasar dan demam.
Pada bentuk basah terjadi akumulasi cairan di rongga perut dan rongga dada, menyebabkan menyebabkan pembengkakan daerah perut (biasanya tanpa rasa sakit) disertai kesulitan bernafas.
Pada bentuk kering, cairan yang menumpuk relatif sedikit dan gejala yang muncul tergantung organ yang terinfeksi virus. Sekitar setengah dari kasus bentuk kering, menunjukkan gejala radang mata atau gangguan syaraf seperti : lumpuh, cara berjalan yang tidak stabil dan kejang-kejang. Gejala lainnya bisa berupa gagal ginjal atau pembengkakan hati, depresi, anemia, berat badan berkurang drastis, gangguan pankreas dan sering disertai demam. Gejala lain berupa muntah, diare & icterus (warna kekuningan pada kulit dan selaput lendir).
Anjing liar dan anjing domestik besar kemungkinannya untuk terserang penyakit ini, selain itu pentakit ini juga menyebabkan infeksi tidak nyata pada kucing dimana dapat menyerang semua jenis hanjing dengan semua tingkatan umur.
Gejala klinis yang dapat diamati antara lain:
·         Pada dewasa sebagian besar infeksi tidak kelihatan.
·         Pada anak anjing mengarah ke kasus enteritis fatal.
·         Masa inkubasi 1-3 hari.
·         Muntah secara tiba-tiba
·         Diare dan kehilangan cairan bisa terjadi beberapa hari hingga berminggu-minggu.
·         Anorexia dan depresi.
·         Kadang-kadang demam
·         Gangguan pernapasan.

3. Diagnosa
Prosedur diagnosa:
  • Isolasi virus dari feses yang kemudian ditanam pada kultur sel.
  • Test immunofluorescent dari potongan- potongan usus halus, pada kasus fatal kadang-kadang ditemukan antigen pada bagian epitel usus halus.
  • Gambaran mikroskopis dengan menggunakan mikroskop electron.
  • Ditemukan nekropsi pada infeksi eksperimental
  • Kadang-kadang terjadi dilatasi usus halus yang berisi gas dan material hijau kekuning-kuningan yang encer.
  • Ditemukannya kongesti atau hemoragi yang disertai dengan pengecilan mesenterikal limponodus dan udema.
  • Atropi dan penggabunagn fili-fili usus terutama pada bagian kripta, meningkatnya lapisan sel lamina propria serta perataan pada epitel sel yang diikuti oleh munculnya sel goblet.
  • Lesi sebagian besar tidak jelas terutama pada pemeriksaan dengan autolisis postmortem
Differensial Diagnosa:
  • Penyakit yang disebabkan virus, bakteri dan protozoa penyebab diare.
  • Keracunan makanan.
Test yang dilakukan terhadap sampel penyakit ini antara lain:
    1. Test Serologis
    2. Titer Antibodi, biasanya pada kasus penyakit ini titer antibodi yang dihasilkan tubuh rendah tetapi tidak selalu mengindikasikan terhadap penyakit ini karena infeksi penyakit ini bersifat asymptomatis.
4. Pengobatan
Sebagian besar anjing yang terinfeksi sembuh tanpa pengobatan.Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan penyakit ini. Pengobatan yang ada masih berupa pengobatan suportif untuk mengurangi gejala dan mengurangi rasa sakit kucing dengan memberikan cairan supportif atau infus serta caiaran elektrolit guna menggantikan cairan tubuh yang hilang . Kucing yang sakit dapat bertahan hidup 1 minggu – 1 tahun tergantung kekebalan tubuh dan keparahan penyakit.
Dalam pengobatan antibiotik tidak terlalu dianjurkan kecuali pada kasus yag diikuti dengan enteritis, sepsis ataupun gangguan respirasi.
Pencegahan bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang & peralatan, dicuci dengan sabun, deterjen atau desinfektan. Bahan yang murah meriah & cukup efektif adalah larutan kaporit/pemutih + 3 %. Jaga kesehatan kucing dengan pemberian nutrisi yang cukup dan baik.
Vaksin FIP pertama digunakan tahun 1991 di USA. Sampai saat ini efektivitas vaksin masih diperdebatkan. Sampai saat ini Vaksin FIP belum tersedia Di Indonesia. Isolasi dan sanitasi pada lingkungan kandang. Penyakit ini menyebar dengan sangat cepat.

Infeksi Parvo Virus Pada Anjing ( Canine Parvovirus )


Penyakit ini disebabkan oleh virus dari golongan Parvoviridae. Parvovirus merupakan virus yang gampang menular dan menyerang anjing segala usia, namun kematian akibat infeksi parvovirus umunya terjadi pada anak anjing. Infeksi virus ini menyerang saluran pencernaan yang mengakibatkan diare dan muntah. Virus ini dapat ditularkan melalui tinja anjing sakit yang dapat terbawa pada sepatu, baju maupun lalat.
Seperti halnya distemper, penyakit ini tidak dapat diobati sehingga vaksinasi merupakan alternatif yang terbaik. Vaksinasi awal dimulai pada saat anak anjing berumur 6 minggu kemudian diikuti dengan pengulangan. Vaksinasi parvovirus biasanya diberikan bersama-sama dengan vaksinasi distemper. Ras anjing yang sangat sensitif terhadap virus ini antara lain : Rottweiler, Doberman Pincher dan German Shepherd.

1. Etiologi dan Patogenesa
Parvo virus adalah penyakit infeksi yang cukup sering terjadi pada anjing. Penyakit ini disebabkan oleh Canine Parvovirus type 2 (CPV 2). Virus ini banyak menyerang anjing muda, yaitu pada usia 6 - 16 minggu, namun anjing tua juga dapat terjangkit walaupun jarang. Semua ras anjing dapat terserang virus ini terutama untuk ras Rottweiler, Dobermann, Golden Retriever dan Labrador Retriever.
Adapun beberapa sifat dari penyakit ini adalah :
·     Merupakan penyakit sistemik akut dengan ciri khas enteritis hemoragi.
· Fatal pada anak anjing dengan gejala kolaps sperti shock serta mati tiba-tiba tanpa menunjukkan tanda-tanda enteric.
·  Juga bisa ditemukan dalam bentuk myocarditis.
·  Sebagian besar anak anjing terlindung dari infeksi ini pada saat neonatal oleh antibodi maternal.
·  Virus ini bersirkulasi dalam tubuh anak anjing.

Patofisiologi yang ditemukan pada penyakit ini adalah :
·      Canine Parvovirus (CPV) sangat berhubungan erat dengan Feline Panleukopenia Virus dan beberapa jenis parvovirus lainnya yang menginfeksi carnivora.
·       Virus ini membalah secara aktif dalam tubuh hewan.
·    Setelah masuknya virus ini secara ingesti dalam kurun waktu 2-4 hari akan terjadi periode viremia yang bersamaan dengan bertumbuhnya virus pada jaringan limfatik.
·      Infeksi limfatik pada awalnya dihubungkan dengan linpopenia dan infeksi pencernaan yang diikuti oleh tanda-tanda klinis.
·     Pada hari ke-3 setelah infeksi akan ditemukan pembelahan pada crypta sel pada lapisan epitel dinding usus halus.
·    Virus sudah dapat ditemukan didalam feses pada hari ke 3-4 setelah terinfeksi sampai ditemukannya gejala-gejala klinis.
·    Virus akan berhenti tumbuh pada hari ke 8-12.
·  Absorpsi endotoxin bakteri dari mukosa usus yang rusak memainkan peranan yang paling penting dalam penyebaran penyakit ini.
·    Tingkat keparahan penyakit ini tergantumg pada dosis viral serta tipe antigenic yang dihasilkannya.
Adapun sistem yang dipengaruhi oleh penyakit ini antara lain :
1.      Cardiovascular, myocarditis diikuti dengan kematian tiba-tiba.
2.      Gastrointestinal, perubahan pada crypta sel pada dinding usus halus yang berbatasan dengan epitelium, kadang-kadang diikuti dengan diare, hemoragi, muntah dehidrasi, shock septic serta endotoxin.
3.      sistem limfaticus dan imun.

2. Gejala Klinis
Gejala penyakit Parvo yang paling spesifik adalah muntah dan diare berdarah yang terjadi berulang-ulang. Gejala lainnya adalah lesu, tidak mau makan dan demam. Bila muntah dan diare berlangsung terus maka anjing akan mengalami dehidrasi dan kehilangan berat badan Tanpa adanya penanggulangan yang tepat maka anak anjing biasanya tidak dapat bertahan hidup.
Gejala umum penyakit ini adalah hilangnya napsu makan, muntah, sampai dengan diare berdarah. Virus ini juga dapat menekan sistem kekebalan sehingga anjing dapat dengan mudah terinfeksi oleh bakteri. Kematian biasanya diakibatkan oleh dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh akibat diare dan muntah yang hebat.

3. Diagnosa
Diagnosa Parvo Virus dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis nya, atau yang lebih modern adalah dengan memakai kit diagnostik parvo dengan sample dari kotoran/feses anjing.
Differensial Diagnosa
·         Infeksi Canine Coronavirus
·         Salmonellosis, collibasillosis, dan infeksi bakteri enteric lainnya.
·         Adanya benda asing dalam saluran pencernaan.
·         Parasit gastrointestinal.
·         Gastroenteritis hemoragi.
·         Keracunan.

Adapun test yang dalam dilakukan dalam pengujian sampel ini antara lain:
1.  Urinalisis dan Biokimia ditemukan adanya :
·     limpopenia
·     neutropenia
·     leukosis umumnya ditemukan selama masa penyembuhan.
·     Gambaran kimia serum membantu memperkirakan ketidakseimbangan elektrolit (terutama pada kasus hipocalsemia yang berhubungan dengan dehidrasi, panhipoproteinemia, dan hipoglisemia)
2.  Test serologis tidak terlalu diagnostik karena anjing kadang-kadang memiliki titer antibodi yang tinggi karena vaksinasi atau antibodi maternal.

4. Pengobatan
Terapi infeksi Parvo virus meliputi terapi simptomatis dan supportif. Terapi supportif berupa pamberian infus diperlukan mengingat hewan kehilangan elektrolit tubuh akibat diare dan muntah. Penggantian cairan yang hilang dilakukan dengan memberikan infus Lactat Ringer dan 5 % Dextrose. Antibiotik yang dapat digunakan adalah antibiotik spektrum luas di antaranya Ampicillin dan Gentamicin. Antibiotik ini bertujuan untuk mencegah infeksi skunder akibat kondisi hewan yang lemah. Anti muntah dan vitamin juga dapat diberikan.

5. Pencegahan
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi Parvo Virus :
·         Membeli anjing yang telah divaksin terhadap Parvo
·         Induk anjing sebelum dipacak harus dilengkapi vaksinasinya, agar anakan mendapat maternal immunity yang cukup dari air susu induknya.
·         Lingkungan tempat tinggal anjing harus selalu dijaga kebersihannya.
·         Nutrisi dan gizi untuk anak anjing harus diperhatikan untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
·         Anakan anjing berusia di bawah 3 bulan sebaiknya tidak kontak dengan anjing lain yang belum jelas status kesehatannya.
Follow twitter @ardas__bgenk or Facebook : Hardiansyah GS
email : drh.hardiansyah@gmail.com


Jumat, 04 Januari 2013

PNEUMONIA INTERSTITIAL pada ANJING dan LAPORAN di Banda Aceh


PENDAHULUAN

Pada dasarnya paru-paru merupakan organ tubuh yang paling banyak mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena paru langsung berhubungan dengan udara luar, sehingga tidak semua udara luar dapat di hambat oleh saluran respirasi dan menunjukkan dampak perubahan pada paru-parunsecara histopatologi (Anonimus, 2008). Oleh karena hubungan langsung antara rongga mulut dan rongga hidung dengan alveoli di dalam paru-paru, maka alat respirasi merupakan alat yang paling gampang di serang penyakit-penyakit. Dalam keadaan normal rambut getar epitelpernafasan mengeluarkan benda-benda asingdari rongga hidung dan jalan respirasi lebih dalam. Selain itu, paru juga gampang terserang penyakit karena di dalamnya mengalir banyak darah (Ressang, 1984).

Pulmonaris

Penyakit paru-paru banyak menyerang anjing terutama pada saat cuaca dingin dan berangin. Dalam kondisi cuaca normal, biasanya penyakit ini menyerang waktu anjing tidur di lantai dingin dan basah (Sant, 2007). Radang paru-paru dapat diakibatkan pentilasi yang jelekdan penempatan anjing dari berbagai umum dalam satu tempat. Kehidupan anjing tanpa adanya perawatan dan juga kondisi lingkungan yang tidak baik, disamping juga kehidupan anjingyang lepas dan liar, ini merupakan faktor yang mendukung terjadinya penyakit-penyakit pada anjing khususnya paru-paru, diantaranya pneumonia (Anonimus,2008).
Pneumonia dapat terjadi dari hasil infeksi atau aspirasi cairan ke dalam paru-paru, salah satunya iritasi, contohnya rokok atau bisa saja karena efek samping dari kegagalan organ lainnya terutama jantung. Infeksi dari paru-parubisa disebabkan oleh bakteri, virus, dan fungi (Foster, dkk., 1997).
Pneumonia adalah salah satu inflamasi/peradangan akut atau kronik pada paru-paru dan bronchi dengan ciri-ciri gangguan dalam respirasi dan hypoksemia serta komplikasi dari efek sistemik. Pada umumnya disebabkan oleh infeksi primer oleh virus pada traktus respirasi bawah. Canin distemper virus, adenovirus tipe I dan tipe II, para influenza virus, dan feline calicivirus yang dapat menyebabkan lesi-lesi pasa saluran pernafasan distal dan pengaruh infeksi oleh bakteri pada paru-paru. Invasi parasit pada bronchioleh Filaroides, Aelurostrongly, dan Paragonimus spp akan menybabkan pneumonia. Keterlibatan protozoa, contohnya Toxoplasma gondii jarang ditemukan. Pneumonia tubercolosis jarang ditemukan, namun sering terlihat pada anjing dibandingkan kucing. Kejadian pneumonia granuloma mycotik juga lebih tinggi terjadi pada anjing dibandingkan kucing ( Anonimus, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA

Pneumonia adalah istilah umum yang banyak digunakan orang untuk merujuk pada radang paru-paru. Hal ini berbeda dari bronkitis, yang merupakan peradangan pada bronkus. Namun, bronkitis dan pneumonia cukupsering terjadi bersamaan dan sering disebut dengan bronkopneumonia. Pneumonia dapat terjadi pada anjing dan kucing, namun pneumonia anjing lebih umum terjadi. Hal ini biasanya mempengaruhi anak anjing muda di bawah usia satu tahun, dan anjing tua bisa menderita pneumonia ( Anonimus, 2010a).
Canine pneumonia (pneumonia anjing ) sangat berbahaya untuk anjing untuk anjing karena dapat menular ke manusia, jika dibiarkan tanpa pengobatan akan menyebabkan kematian. Anjing bisa terkena penyakit pneumonia dari hewan ( anjing)yang terinfeksi, terutama dari jaringan-jaringan tubuh anjing itu sendiri ( anonimus, 2010b).

Interstitial Pneumonia

Pneumonia banyak ditemukan di dalam septa dan di dalam jaringan ikat peribronchial dan peri-vaskuler maka pneumonia ini dinamakan pneumonia antar jaringan (pneumonia interstitial). Pneumonia interstitial ini dapat dibagi dalam bentuk akut dan menahun. Pada kasus yang akut terlihat: 1) dalam bentuk hepatisasi merah pada pneumonia fibrosa; 2) infeksi muskil dan hematogen paru-paru yang disebabkan oleh bakteri pasteurella; 3) pneumonia yang disebabkan oleh  virus, misalnya penyakit distemper anjing. Kasus menahun sering terjadi penyerbukan di dalam brondhiler oleh sel-sel bundar dan akan terlihat; 1) akibat pneumonia akut; 2) pada tuberculosis dan antinobasillosis; 3) infeksi virus yang menahun dan menyebabkan penyerbukan limfosit di jaringan peri-bronchial ( Ressang, 1984).
Pneumonia terjadi biasanya didahului dengan bronkitis. Suhu tubuh anjing meningkat sekitar 40-41 ̊ C. Anjing yang menderita pneumonia bernafas cepat, gangguan pernafasan, batuk, demam, depresi, mengeluarkan mukopurulen nasal eksudet (cairan), dan anorexia. Batuk dapat  meningkatkan sekresi cairan berlebihan dan kemudian menghilangkan lendir. Perjalanan pneumonia terkadang menyebabkan kaematian salam beberapa hari, yang sering di kenal dengan pneumonia interstitial kronis yaitu perubahan inflamasi rendah yang mempengaruhi bagian dari jaringan paru (anonimus, 2010c).

A.   Etiologi
Pneumonia dapat terjadi sebagai hasil dari infeksi atau aspirasi dari cairan ke dalam paru-paru, bisa saja kerena efek samping dari kegagalan sistem organ lainnya terutama jantung. Infeksi dari paru-paru bisa saja disebabkan oleh bakteri, virus, atau fungi (Foster, dkk., 1997).
  • Pneumonia karena fungal, biasanya jamur Coccidioidomycosis immitis, Cryptococcus neoformans atau fungi lain yang sebagian sulit untuk diobati.
  • Pneumona karena virus ( biasanya merupakan akibat dari virus distempar pada anjing atau komplikasi infeksi saluran pernafasan bagian atas pada kucing).
  • Pneumonia karena parasit, secara langsung oleh cacing paru-paru atau dari migrasi cacing ke paru-paru.
  • Pneumonia karena bakterial. Banyak bakterial yang menginfeksi paru-paru. Bakteri yang umum dapat diisolasi dari kasus infeksi bakteri anjing dan kucing adalah : Pasteurella spp, Klebsiella spp, Streptococcus spp, Bordetella bronchisepta, dll.
  • Pneumonia karena alergi, akibat dari masuknya benda asing oleh sel radang pada kejadian infeksi.

Organisme anaerob dapat pula berperan dalam infeksi campuran, khususnya pada hewan yang menderita pneumonia aspirasi dengan pengerasa lobus paru-paru. Micoplasma dapat pula diisolasi dari anjing dan kucing yang menderita pneumonia tapi patogenesisnya belum diketahui ( Anonimus, 2010a).

B.   Patogenesa
Pneumonia biasanya dimulai sebagai radang dari bronchi, hal ini jelas terlihat pada broncho-pneumonia kataral. Yang pertama terserang biasanya adalah bronchiolus respiratorius. Bronchitis demikian yang biasanya terjadi secara aerogen, kemudian meluas melalui jalan peribronchial dan endobronchial. Jalan yang pertma menyababkan peribronchitis dan pneumonia peribronchial. Dalam jaringan peribronchial ada pembuluh-pembuluh limfe yang ada pada babi dan sapi jelas berhubungan dengan ruang-ruang limfe perivaskuler dan pembuluh-pembuluh sering terlihat thrombus.
Trombhus juga ditemukan di dalam pembuluh-pembuluh darah akibat thrombus di dalam pembuluh limfe tadi. Dari radang peribronchial terjadi perluasan pneumonia melalui jaringan antara. Perluasan pneumonia melalui jalan endobronchial mengakibatkan radang di dalam asini ( pneumonia asinosa) yang secara cepat menjadi lobuler karena bagian-bagian pneumonia itu bersatu. Perluasan radang paru-paru menjadi daerah-daerah pneumonia yang luas dipermudah oleh aspirasi/pernafasan ( Ressang, 1984).

C.   Gejala Klinis
Gejala yang paling umum pneumonia pada anjing adalah abtuk, bernafas cepat dan mendalam, bernafas dengan mulut ternganga. Peningkatan upaya pernafasan dapat menyebabkan muntah, nafsu makan yang menurun, detak jantung yang cepat (Anonimus, 2010d). Peningkatan suhu badan yang sedang danmungkin leokositosis. Diaukultasi biasanya menampakkan gabungan yang mana mungkin tidak sempurna tetapi biasanya berdifusi pada tingkat selanjutnya dari pneumonia, peningkatan density paru-paru dan gabungan peribronchial menyebabkan prose inflamasi bisa digambarkan secara radiologi. Komplikasi dari pleuritis, mediastinitis, atau invasi organism oppurtunis bisa terjadi. Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus, biasanya dicirikan dengan temperatur badan berkisar antara 104-106 o C (40-41 o C).  Pada pneumonia mycotik biasanya terjadi kronis secara alami ( Anonimus, 2006a).
Foster dkk. (1997) menyatakan bahwa gejala yang paling sering muncul dan tercatat sebagai symptomdari infeksi paru-paru adalah dyspnea ( kesulitan bernafas), terutama pada saat menghirup udara. Anjing akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan oksigen ketika jaringan paru-paru menjadi terisi dengan cairan, yang kesemuanya  itu akan mengurangi fungsi alveoli. Lidah, gusi, dan bibirbisa sajakelihatan kebiru-biruan atau abu-abu. Jika kongesti paru-paru disebabkan oleh kegagalan jantung, temperatur tubuh berada antara kisaran normal (101-102o C).

D.   Gambaran Patologi Anatomi dan Histopatologi
Pada pneumonia dan udema, paru-paru bengkak, bila paru-paru diketok denagn pisau atau jari maka paru-paru akan menggelombang, warna pada bagian-bagian pneumonia biasanya berubah merah kehitaman dan kelabu. Pada bagian pneumonia terasa padat, jadi tidak kenyal lagi. Selain itu secara patologi anatomi paru-paru tampak melisut dengan aspek suram dan permukaan paru seperti ada pembengkakan setempat. Konsistensinya lunak dan ada krepitasi yang menendakan alveolnya mengalami emfisema.
Gambaran histologi umum yang tampak adalah terjadinya infiltrasi sel-sel radang dan edema terhadap jaringan interstitial paru. Septa alveolus menebal dan berisi infiltrasi limfosit, histosit, sel plasma, neutrofil, bahkan eritrosit (Kumar, dkk., 2000). Pada stadium lanjut akan tampak kistik, gambaran sarang lebah. Gambaran ini disebut sebagai usual interstitial pneumonia.

E.   Diagnosa
Penentuan diagnosa didasrkan atas gejala klinis, pemeriksaan auskultasi dan perkusi, pemeriksaan rontgen (Subronto, 1995). Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan respon imun hewan dan uji sensitivitas. Analisa pada leleran hidung penting untuk diagnosa pada infeksi bakteri. Pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya menyebabkan peningkatan temperatur tubuh awal (40-41oC). pada pemeriksaan tinja akan ditemukan telur-telur cacing, yang mungki mempunyai kaitan dengan proses radang paru-paru, karena larva cacing dalam perjalanannya dapat pula mengakibatkan radang paru-paru (Subronto, 1995). Namun, diagnosapasti adalah dengan biopsi paru. Pasien yang ditemukan dengan kecurigaan PPI harus dievaluasi lengkap untuk kemungkinan penyakit lain.

F.    Pengendalian dan Pengobatan
Jika anjing diduga mengalami penyakit paru-paru (pneumonia), maka dokter hewan harus melakukan pemeriksaan terhadap penyebab terjadinya pneumonia pada anjing tersebut. Jika di duga penyebab terjadinya pneumonia di sebabkan oleh cairan, cairan tersebut dapat dikeluarkan dari rongga dada dan di analisis. Jika penyakit diduga disebabkan olah bakteri, maka perlu melakukan test biakan bakteri dan sensitifitas dapat dilakukan untuk mengidentifikasi tipe bakteri tersebut dan kemudian memilih antibiotik yang cocok dan tepat. Perlakuan deuretik salah satunya seperti Lasix ( furosemid) diberiakn untuk menolong membersihkan cairan yang berlebihan di dalam paru-paru.
Hewan (anjing) yang mengalami pneumonia harus ditempatkan pada lingkungan yang kering, tidak lembab dan hangat ( Subronto, 1995). Pengobatan ditujukan untuk meniadakan penyebab radang, obat-obat antibiotik dan obat lain yang sifatnya mendukung, misalnya ekspektoransia dan terapi supportif. Bronchodilatator digunakan untuk hewan yang mengalami kesulitan bernafas.
mau tahu lebih jelas mengenai pneumonia dan lengkap beserta laporan yang terjadi di Banda Aceh.. silahkan anda download pada link di bawah ini Gratis...
gimana gan.. sudah di baca kan.. semoga ilmi yang anda dapatkan, bisa bermanfaat ya. amin
==============================================
SALAM HANGAT DARI KAUM MINORITAS DEMI KEMAJUAN BANGSA
Follow twitter @ardas__bgenk or Facebook : Hardiansyah GS
email : drh.hardiansyah@gmail.com