MATA
Mata adalah untuk melihat, dan telinga adalah untuk mendengar. Ini
adalah fakta yang sudah dikenal semua orang. Yang belum banyak diketahui orang
adalah bahwa mata dan telinga bisa digunakan menjadi senjata ampuh untuk meraih
sukses. Bagaimana caranya?
Dari mana datangnya lintah? Dari sawah turun ke kali. Dari mana datangnya
cinta? Dari mata turun ke hati. Itu kata pepatah. Ternyata nenek moyang kita,
tidak salah. Cinta, benci, sukses, dan masalah berawal dari mata turun ke hati,
ke pikiran dan ke tindakan. Jadi, mata merupakan jendela sukses. Tapi, jika
tidak hati-hati, mata bisa juga menjadi jendela datangnya masalah. Untuk itu,
apa yang kita lihat haruslah diatur sedemikian rupa, sehingga mata kita bisa
menjadi jendela kesuksesan, dan kebahagiaan yang berkesinambungan.
Melihat Kondisi Saat Ini. Mata bisa digunakan untuk melihat apa yang sedang
terjadi di sekitar kita: kesenjangan yang bisa kita jembatani, kebutuhan
orang-orang sekitar atau pasar yang kita bidik yang bisa kita penuhi, ataupun
kesempatan yang tersirat dari masalah, krisis ataupun kegagalan yang kita alami
saat ini.
Michael Dell, pebisnis ulung di bidang perakitan komputer, melihat adanya
”kesenjangan” yang terjadi antara komputer mahal dengan spefikasi ”tinggi”
dengan keinginan pasar akan komputer murah dengan spesifikasi yang tepat
memenuhi apa yang diperlukan konsumen, bukannya yang sudah distandarkan dari
pabrik.
Ray Kroc melihat adanya ”kebutuhan” para pekerja akan layanan makan siang cepat
saji. Dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia beberapa tahun lalu, beberapa
perusahaan melihat ”kesempatan” untuk memasarkan produk mereka dalam
paket-paket kecil yang ekonomis dan praktis, sehingga mudah terjangkau oleh
kantong yang hampir kempis sekalipun: shampoo dalam bungkus kecil, sabun cuci
dalam bungkus ekonomis, maupun pasta gigi ukuran kecil, yang ternyata laku
keras dan tetap dapat dikonsumsi masyarakat yang sedang dilanda krisis.
Melihat Masa Lalu. Mata juga bisa dioptimalkan fungsinya dengan menoleh ke
pelajaran berharga yang bisa kita petik dari masa lalu diri kita sendiri,
ataupun masa lalu orang lain. Dengan demikian, kita tidak perlu mengulang
kesalahan yang sudah pernah dilakukan, kegagalan yang sudah pernah terjadi
ataupun ketidakberuntungan yang pernah dijalani (baik oleh kita sendiri, maupun
oleh orang lain yang bisa kita pelajari dari buku, cerita langsung ataupun dari
pelatihan, seminar atau talk show yang kita hadiri). Namun, yang perlu diingat:
kita tidak boleh terpaku ataupun terikat pada masa lalu. Masa lalu sudah
berlalu, yang bisa kita ingat adalah pelajaran berharga yang bisa kita jadikan
pegangan untuk mengambil keputusan dan melangkah ke masa depan.
Abraham Lincoln yang melihat kekejaman perbudakan di masa lalu, memetik pelajaran
berharga untuk menghargai hak-hak asasi manusia, siapa pun mereka tanpa
memandang warna kulit, ras ataupun agama. Banyak yang menentang Lincoln, tetapi
keyakinannya yang teguh serta perjuangannya yang tulus akhirnya berhasil
membawa perubahan pada penegakan hak-hak asasi manusia. Demikian pula dengan
Martin Luther King Jr. yang juga belajar dari kekejaman penindasan manusia atas
manusia. Bersama para pendukungnya, Martin Luther King Jr. yang terinspirasi
para penjuang hak asasi manusia di masa lalu (seperti Gandhi, dan Lincoln)
berjuang terus sampai akhirnya hak-hak yang diperjuangkan diakui negara, bahkan
dunia.
Melihat ke Masa Depan. Yang membedakan orang biasa dari para pemimpin besar
adalah kemampuan melihat ke masa depan. Para pemimpin besar ini menggunakan
masa lalu dan masa kini menjadi batu tumpuan untuk melihat ke masa depan. Para
pemimpin besar dunia yang sukses tersebut, baik di bidang bisnis, ilmu
pengetahuan, maupun politik dan ketatanegaraan, memiliki satu persamaan:
pandangan jauh ke depan, atau yang lebih populer dikenal sebagai visi. Gandhi
memiliki visi yang jelas dan besar mengenai bangsa India yang hidup tanpa
kekerasan dan bebas dari penjajahan. Nelson Mandela juga memiliki visi besar di
mana bangsa Afrika bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan
bangsa-bangsa lain, serta memiliki hak-hak yang sama dengan bangsa lain juga.
Para pemimpin tidak hanya mampu mensosialisasikan visi mereka kepada para
pengikut dan orang lain saja, tetapi yang lebih penting lagi: visi mereka menjiwai
visi yang mereka sosialisasikan tersebut, sehingga merasuk ke seluruh aspek
kehidupan mereka. Tidak heran jika visi ini juga tercermin dengan jelas pada
setiap kata yang mereka ucapkan, setiap langkah yang mereka ayunkan, setiap
keputusan yang mereka buat, setiap tindakan yang mereka lakukan, dan setiap
tujuan yang mereka perjuangkan.
Telinga |
TELINGA
Kita dianugerahi oleh Yang Mahakuasa satu mulut dan dua telinga. Maksudnya
adalah agar kita tidak sekedar banyak bicara saja, tetapi juga agar kita bisa
banyak mendengar. Dengan mendengar, banyak informasi yang bisa kita pelajari,
banyak hal yang bisa kita perhatikan, dan banyak ide yang bisa kita gali.
Sekarang ini, banyak orang yang sudah menyadari perlunya mengasah keterampilan
mendengar yang dapat memberikan banyak manfaat.
Mendengar dengan Tulus. Kita bisa mendengar tanpa memahami apa yang kita
dengar. Jadi informasi yang kita dengar, hanya masuk dari telinga kiri dan
keluar ke telinga kanan. Untuk mendengar dengan optimal, kita harus melatih
diri untuk mendengar dengan tulus. Tanpa ketulusan, kita hanya akan
”berpura-pura” mendengar. Kepura-puraan ini akan menghambat kita untuk
benar-benar memperhatikan dan memetik pelajaran dari apa yang kita dengarkan.
Seorang pemimpin haruslah bersedia mendengarkan keluhan orang-orang di
sekitarnya, masalah-masalah dari para pengikutnya, serta masukan-masukan yang
perlu untuk perbaikan.
Semua ini hanya bisa dilakukan, jika sang pemimpin bersedia mendengarkan dengan
tulus. Orang yang didengarkan dengan tulus juga akan lebih terbuka dalam
menyatakan pendapat, memberikan usulan dan menyampaikan masalah mereka kepada
pemimpin tersebut. Pendapat, usulan dan masalah yang disampaikan bisa menjadi
masukan yang berharga untuk merancang perubahan yang membawa perbaikan bagi
banyak orang. Sam Walton sangat percaya bahwa karyawan dan pelanggan adalah
sumber ide yang tidak habis-habisnya bagi perusahaan untuk senantiasa
memperbaiki diri. Untuk itu, ia rajin berkeliling ke berbagai outlet Walmart di
seluruh negeri (Amerika) untuk mendengar masukan langsung dari karyawan di
lapangan dan juga pelanggan yang mengunjungi outlet-outlet Walmart di berbagai
daerah yang didatanginya.
Mendengar dengan Bijak. Apa yang kita dengar bisa memberi kita kekuatan.
Sebaliknya, yang kita dengar juga bisa membuat kita putus asa dan kehilangan
arah. Untuk menyikapi hal tersebut, kita harus mencoba mendengar dengan bijak.
Yang bisa kita lakukan adalah mendengar dengan pikiran terbuka, artinya, ketika
mendengarkan, kita jangan langsung menganggap apa yang kita dengar tidak ada
manfaatnya, melainkan kita harus mengambil sikap untuk senantiasa mencari
manfaat dari apa yang kita dengarkan. Berita-berita buruk yang kita terima,
harus kita teliti dengan baik sumbernya dan kebenarannya. Jika memang benar,
kita juga harus bijak dalam menyikapinya, yaitu: ambil pelajaran penting yang
bisa kita gali dari berita buruk tersebut. Pelajaran ini bisa saja berupa
hal-hal yang harus kita hindari, ataupun rencana dan tindakan yang harus kita
susun guna menyelesaikan hal buruk yang kita dengar tersebut.
Mendengar dengan bijak juga bisa kita lakukan dengan mendengar dari berbagai
sumber (tidak cepat percaya dari satu sumber saja). Jika seorang pemimpin
mendengar keluhan dari satu orang terhadap orang lain, sang pemimpin harus dengan
bijak menanggapi dengan juga mencoba mendengar informasi dari pihak yang
lainnya, sehingga informasi yang didengar tidak setengah-setengah, tetapi
lengkap agar keputusan yang diambil juga bisa lebih bijaksana (karena sudah
mendengarkan kedua belah pihak).
Hal ini telah dipraktikkan oleh Raja Salomo dalam memutuskan masalah seorang
bayi yang diperebutkan dua orang ibu. Raja Salomo tidak hanya mendengarkan
masukan dari satu orang ibu yang mengakui bayi tersebut, tetapi juga dari ibu
yang lain yang juga mengakui bahwa bayi itu adalah bayinya. Dari kesediaan
mendengar kedua belah pihak, Raja Salomo bisa mengambil keputusan yang bijak
untuk menentukan siapa sebenarnya ibu sang bayi: yaitu dengan mengambil
keputusan yang terlihat ekstrim—memutuskan untuk membelah sang bayi agar bisa
dibagi rata untuk masing-masing ibu. Ibu yang asli, yang benar-benar menyayangi
anaknya, merelakan sang bayi untuk diambil oleh ibu yang lain, dari pada harus
dibelah. Dengan demikian terlihatlah dengan jelas siapa ibu yang sebenarnya
dari bayi yang diperebutkan tersebut.
Mendengar dengan Aktif. Mungkin saja banyak berita buruk yang kita dengar
belakangan ini. Jika kita mendengarkan dengan aktif, maka kita tidak akan
terpaku pada berita buruk yang terdengar. Kita akan mengambil sikap untuk
memandang masa depan dengan menjadikan berita yang kita dengar saat ini sebagai
batu tumpuan untuk membuat rencana dan mengambil keputusan sebagai tindak
lanjut dari rencana yang kita buat tersebut. Ketika mendengar tentang
penderitaan kaum papa di Calcutta, Ibu Teresa tidak tinggal diam. Ia tidak
hanya mendengar dengan pasif, tetapi ia mendengar dengan aktif. Setelah berita
ia terima, iapun menyusun rencana dan mengambil keputusan bertindak untuk
membantu mereka yang membutuhkan kasih sayang dan bantuannya. Ia lalu
membaktikan diri di kota ini, dan terjun langsung melayani kaum miskin yang
membutuhkan bantuannya.
Demikian juga dengan Dr. Livingstone yang mendengar tentang penderitaan bangsa
Afrika. Ketika berita ini ia dengar, Livingstone belum memiliki gelar dokter.
Dengan tekad yang bulat, ia melengkapi diri dengan ilmu kedokteran yang
dibutuhkan. Ia juga mencari informasi tentang organisasi dan orang-orang yang
bisa membantunya berangkat ke Afrika untuk membantu penduduk asli di sana.
Akhirnya, mimpinya untuk pergi dan membaktikan diri di Afrika dapat terwujud.
Setelah gelar kedokteran berhasil diraih, dan dana berhasil terkumpul, dr.
Livingstone berangkat ke Afrika dan mendedikasikan tenaga, hati dan pikirannya
untuk memberi nilai tambah bagi kehidupan rakyat Afrika pada waktu itu.
Mendengar dengan Kritis. Salah satu cara mengoptimalkan kemampuan mendengar
kita adalah dengan melatih diri untuk mendengar dengan kritis. Tidak semua yang
kita dengar benar. Tidak semua yang kita dengar bermanfaat. Tidak semua yang
kita dengar dapat langsung kita terapkan seperti apa adanya. Kita perlu
menyimak apa yang kita dengar. Bangsa kita pernah dipecahbelahkan oleh berita
bohong yang disampaikan musuh, yang juga adalah penjajah pada waktu itu. Karena
bangsa kita tidak mendengar dengan kritis, kita akhirnya termakan oleh berita
bohong tersebut, dan hal ini berakibat fatal: kita saling memusuhi satu dengan
yang lain, yang membawa kemenangan bagi bangsa lain yang menjajah kita.
Jadi, agar kebodohan ini tidak terjadi lagi, setiap berita yang kita dengar
harus kita teliti sumbernya (apakah dapat dipercaya), kelengkapannya (apakah
berita yang kita terima sudah lengkap dari orang-orang yang berkepentingan),
dan tujuan dari penyampaian berita tersebut (apakah bertujuan untuk menghasut
dan memecahbelahkan bangsa, atau untuk memberi semangat bangkit dari
kehancuran). Setelah itu barulah kita teliti, apa manfaat yang bisa kita
dapatkan dari berita tersebut: kesempatan untuk melakukan perubahan atau
tindakan untuk mengatasi masalah. Jika berita yang kita dengar tidak ada
manfaatnya, hanya sekedar gosip belaka, tidak usah kita dengarkan lebih lanjut.
Berita yang kita dengar juga jangan langsung kita tolak. Kaji dulu apakah kita
bisa memanfaatkan masukan yang kita terima tersebut, misalnya dengan
mengadaptasinya terhadap situasi yang kita hadapi, atau kita bisa melakukan
sedikit perubahan dari masukan ini agar bisa kita manfaatkan sesuai dengan
kebutuhan.
Mata dan telinga adalah jendela bagi masukan untuk perubahan ke arah perbaikan.
Namun, jika tidak dioptimalkan dan tidak dikelola dengan baik, mata dan telinga
juga bisa menjadi pintu kehancuran kita sendiri. Jadi, yang harus kita lakukan
adalah mengoptimalkan fungsi mata dan telinga kita, agar bisa membawa kebaikan
bagi kita, orang-orang di sekitar kita, serta bangsa kita. Selain itu, kita
juga bisa memilih orang-orang, ataupun pemimpin bangsa yang memiliki mata yang
mampu melihat kesenjangan yang terjadi saat ini, melihat pelajaran berharga
yang bisa dipetik dari masa lalu, serta memiliki visi yang jelas untuk
kesejahteraan dan kesuksesan di masa depan.
Selain itu, kita juga perlu mencari orang-orang ataupun pemimpin bangsa yang
memiliki kemampuan mendengar dengan tulus, dengan aktif dan dengan kritis,
sehingga mau mendengarkan keluhan yang disampaikan serta mengelola informasi
yang diterima dengan baik dan menjadikannya masukan berharga bagi rencana dan
tindakan menuju perbaikan berkesinambungan. Bersama-sama dengan mereka kita
bisa membawa perubahan positif, tidak hanya bagi kita sendiri, terutama bagi
umat manusia. Selamat berlatih mengoptimalkan kemampuan mata dan telinga Anda,
dan selamat memilih pemimpin yang memiliki ”mata” dan ”telinga” yang
”berfungsi” dengan optimal.
==================================================================
MATA & TELINGA JAngan Sampai Di salah Gunakan Ya.. nti Mata untuk Dengar.. Telinga untuk MElihat.. hahahaha LoL :p
Follow twitter @ardas__bgenk or Facebook : Hardiansyah GS
email : drh.hardiansyah@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar