Minggu, 30 Desember 2012

Mengoptimalkan Kemampuan Mata dan Telinga


MATA
MATA

Mata adalah untuk melihat, dan telinga adalah untuk mendengar. Ini adalah fakta yang sudah dikenal semua orang. Yang belum banyak diketahui orang adalah bahwa mata dan telinga bisa digunakan menjadi senjata ampuh untuk meraih sukses. Bagaimana caranya? 

Dari mana datangnya lintah? Dari sawah turun ke kali. Dari mana datangnya cinta? Dari mata turun ke hati. Itu kata pepatah. Ternyata nenek moyang kita, tidak salah. Cinta, benci, sukses, dan masalah berawal dari mata turun ke hati, ke pikiran dan ke tindakan. Jadi, mata merupakan jendela sukses. Tapi, jika tidak hati-hati, mata bisa juga menjadi jendela datangnya masalah. Untuk itu, apa yang kita lihat haruslah diatur sedemikian rupa, sehingga mata kita bisa menjadi jendela kesuksesan, dan kebahagiaan yang berkesinambungan. 
Melihat Kondisi Saat Ini. Mata bisa digunakan untuk melihat apa yang sedang terjadi di sekitar kita: kesenjangan yang bisa kita jembatani, kebutuhan orang-orang sekitar atau pasar yang kita bidik yang bisa kita penuhi, ataupun kesempatan yang tersirat dari masalah, krisis ataupun kegagalan yang kita alami saat ini. 
Michael Dell, pebisnis ulung di bidang perakitan komputer, melihat adanya ”kesenjangan” yang terjadi antara komputer mahal dengan spefikasi ”tinggi” dengan keinginan pasar akan komputer murah dengan spesifikasi yang tepat memenuhi apa yang diperlukan konsumen, bukannya yang sudah distandarkan dari pabrik. 
Ray Kroc melihat adanya ”kebutuhan” para pekerja akan layanan makan siang cepat saji. Dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia beberapa tahun lalu, beberapa perusahaan melihat ”kesempatan” untuk memasarkan produk mereka dalam paket-paket kecil yang ekonomis dan praktis, sehingga mudah terjangkau oleh kantong yang hampir kempis sekalipun: shampoo dalam bungkus kecil, sabun cuci dalam bungkus ekonomis, maupun pasta gigi ukuran kecil, yang ternyata laku keras dan tetap dapat dikonsumsi masyarakat yang sedang dilanda krisis.
Melihat Masa Lalu. Mata juga bisa dioptimalkan fungsinya dengan menoleh ke pelajaran berharga yang bisa kita petik dari masa lalu diri kita sendiri, ataupun masa lalu orang lain. Dengan demikian, kita tidak perlu mengulang kesalahan yang sudah pernah dilakukan, kegagalan yang sudah pernah terjadi ataupun ketidakberuntungan yang pernah dijalani (baik oleh kita sendiri, maupun oleh orang lain yang bisa kita pelajari dari buku, cerita langsung ataupun dari pelatihan, seminar atau talk show yang kita hadiri). Namun, yang perlu diingat: kita tidak boleh terpaku ataupun terikat pada masa lalu. Masa lalu sudah berlalu, yang bisa kita ingat adalah pelajaran berharga yang bisa kita jadikan pegangan untuk mengambil keputusan dan melangkah ke masa depan. 
Abraham Lincoln yang melihat kekejaman perbudakan di masa lalu, memetik pelajaran berharga untuk menghargai hak-hak asasi manusia, siapa pun mereka tanpa memandang warna kulit, ras ataupun agama. Banyak yang menentang Lincoln, tetapi keyakinannya yang teguh serta perjuangannya yang tulus akhirnya berhasil membawa perubahan pada penegakan hak-hak asasi manusia. Demikian pula dengan Martin Luther King Jr. yang juga belajar dari kekejaman penindasan manusia atas manusia. Bersama para pendukungnya, Martin Luther King Jr. yang terinspirasi para penjuang hak asasi manusia di masa lalu (seperti Gandhi, dan Lincoln) berjuang terus sampai akhirnya hak-hak yang diperjuangkan diakui negara, bahkan dunia.
Melihat ke Masa Depan. Yang membedakan orang biasa dari para pemimpin besar adalah kemampuan melihat ke masa depan. Para pemimpin besar ini menggunakan masa lalu dan masa kini menjadi batu tumpuan untuk melihat ke masa depan. Para pemimpin besar dunia yang sukses tersebut, baik di bidang bisnis, ilmu pengetahuan, maupun politik dan ketatanegaraan, memiliki satu persamaan: pandangan jauh ke depan, atau yang lebih populer dikenal sebagai visi. Gandhi memiliki visi yang jelas dan besar mengenai bangsa India yang hidup tanpa kekerasan dan bebas dari penjajahan. Nelson Mandela juga memiliki visi besar di mana bangsa Afrika bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain, serta memiliki hak-hak yang sama dengan bangsa lain juga. 
Para pemimpin tidak hanya mampu mensosialisasikan visi mereka kepada para pengikut dan orang lain saja, tetapi yang lebih penting lagi: visi mereka menjiwai visi yang mereka sosialisasikan tersebut, sehingga merasuk ke seluruh aspek kehidupan mereka. Tidak heran jika visi ini juga tercermin dengan jelas pada setiap kata yang mereka ucapkan, setiap langkah yang mereka ayunkan, setiap keputusan yang mereka buat, setiap tindakan yang mereka lakukan, dan setiap tujuan yang mereka perjuangkan.

Telinga

TELINGA

Kita dianugerahi oleh Yang Mahakuasa satu mulut dan dua telinga. Maksudnya adalah agar kita tidak sekedar banyak bicara saja, tetapi juga agar kita bisa banyak mendengar. Dengan mendengar, banyak informasi yang bisa kita pelajari, banyak hal yang bisa kita perhatikan, dan banyak ide yang bisa kita gali. Sekarang ini, banyak orang yang sudah menyadari perlunya mengasah keterampilan mendengar yang dapat memberikan banyak manfaat. 
Mendengar dengan Tulus. Kita bisa mendengar tanpa memahami apa yang kita dengar. Jadi informasi yang kita dengar, hanya masuk dari telinga kiri dan keluar ke telinga kanan. Untuk mendengar dengan optimal, kita harus melatih diri untuk mendengar dengan tulus. Tanpa ketulusan, kita hanya akan ”berpura-pura” mendengar. Kepura-puraan ini akan menghambat kita untuk benar-benar memperhatikan dan memetik pelajaran dari apa yang kita dengarkan. Seorang pemimpin haruslah bersedia mendengarkan keluhan orang-orang di sekitarnya, masalah-masalah dari para pengikutnya, serta masukan-masukan yang perlu untuk perbaikan. 
Semua ini hanya bisa dilakukan, jika sang pemimpin bersedia mendengarkan dengan tulus. Orang yang didengarkan dengan tulus juga akan lebih terbuka dalam menyatakan pendapat, memberikan usulan dan menyampaikan masalah mereka kepada pemimpin tersebut. Pendapat, usulan dan masalah yang disampaikan bisa menjadi masukan yang berharga untuk merancang perubahan yang membawa perbaikan bagi banyak orang. Sam Walton sangat percaya bahwa karyawan dan pelanggan adalah sumber ide yang tidak habis-habisnya bagi perusahaan untuk senantiasa memperbaiki diri. Untuk itu, ia rajin berkeliling ke berbagai outlet Walmart di seluruh negeri (Amerika) untuk mendengar masukan langsung dari karyawan di lapangan dan juga pelanggan yang mengunjungi outlet-outlet Walmart di berbagai daerah yang didatanginya. 
Mendengar dengan Bijak. Apa yang kita dengar bisa memberi kita kekuatan. Sebaliknya, yang kita dengar juga bisa membuat kita putus asa dan kehilangan arah. Untuk menyikapi hal tersebut, kita harus mencoba mendengar dengan bijak. Yang bisa kita lakukan adalah mendengar dengan pikiran terbuka, artinya, ketika mendengarkan, kita jangan langsung menganggap apa yang kita dengar tidak ada manfaatnya, melainkan kita harus mengambil sikap untuk senantiasa mencari manfaat dari apa yang kita dengarkan. Berita-berita buruk yang kita terima, harus kita teliti dengan baik sumbernya dan kebenarannya. Jika memang benar, kita juga harus bijak dalam menyikapinya, yaitu: ambil pelajaran penting yang bisa kita gali dari berita buruk tersebut. Pelajaran ini bisa saja berupa hal-hal yang harus kita hindari, ataupun rencana dan tindakan yang harus kita susun guna menyelesaikan hal buruk yang kita dengar tersebut. 
Mendengar dengan bijak juga bisa kita lakukan dengan mendengar dari berbagai sumber (tidak cepat percaya dari satu sumber saja). Jika seorang pemimpin mendengar keluhan dari satu orang terhadap orang lain, sang pemimpin harus dengan bijak menanggapi dengan juga mencoba mendengar informasi dari pihak yang lainnya, sehingga informasi yang didengar tidak setengah-setengah, tetapi lengkap agar keputusan yang diambil juga bisa lebih bijaksana (karena sudah mendengarkan kedua belah pihak). 
Hal ini telah dipraktikkan oleh Raja Salomo dalam memutuskan masalah seorang bayi yang diperebutkan dua orang ibu. Raja Salomo tidak hanya mendengarkan masukan dari satu orang ibu yang mengakui bayi tersebut, tetapi juga dari ibu yang lain yang juga mengakui bahwa bayi itu adalah bayinya. Dari kesediaan mendengar kedua belah pihak, Raja Salomo bisa mengambil keputusan yang bijak untuk menentukan siapa sebenarnya ibu sang bayi: yaitu dengan mengambil keputusan yang terlihat ekstrim—memutuskan untuk membelah sang bayi agar bisa dibagi rata untuk masing-masing ibu. Ibu yang asli, yang benar-benar menyayangi anaknya, merelakan sang bayi untuk diambil oleh ibu yang lain, dari pada harus dibelah. Dengan demikian terlihatlah dengan jelas siapa ibu yang sebenarnya dari bayi yang diperebutkan tersebut. 
Mendengar dengan Aktif. Mungkin saja banyak berita buruk yang kita dengar belakangan ini. Jika kita mendengarkan dengan aktif, maka kita tidak akan terpaku pada berita buruk yang terdengar. Kita akan mengambil sikap untuk memandang masa depan dengan menjadikan berita yang kita dengar saat ini sebagai batu tumpuan untuk membuat rencana dan mengambil keputusan sebagai tindak lanjut dari rencana yang kita buat tersebut. Ketika mendengar tentang penderitaan kaum papa di Calcutta, Ibu Teresa tidak tinggal diam. Ia tidak hanya mendengar dengan pasif, tetapi ia mendengar dengan aktif. Setelah berita ia terima, iapun menyusun rencana dan mengambil keputusan bertindak untuk membantu mereka yang membutuhkan kasih sayang dan bantuannya. Ia lalu membaktikan diri di kota ini, dan terjun langsung melayani kaum miskin yang membutuhkan bantuannya. 
Demikian juga dengan Dr. Livingstone yang mendengar tentang penderitaan bangsa Afrika. Ketika berita ini ia dengar, Livingstone belum memiliki gelar dokter. Dengan tekad yang bulat, ia melengkapi diri dengan ilmu kedokteran yang dibutuhkan. Ia juga mencari informasi tentang organisasi dan orang-orang yang bisa membantunya berangkat ke Afrika untuk membantu penduduk asli di sana. Akhirnya, mimpinya untuk pergi dan membaktikan diri di Afrika dapat terwujud. Setelah gelar kedokteran berhasil diraih, dan dana berhasil terkumpul, dr. Livingstone berangkat ke Afrika dan mendedikasikan tenaga, hati dan pikirannya untuk memberi nilai tambah bagi kehidupan rakyat Afrika pada waktu itu. 
Mendengar dengan Kritis. Salah satu cara mengoptimalkan kemampuan mendengar kita adalah dengan melatih diri untuk mendengar dengan kritis. Tidak semua yang kita dengar benar. Tidak semua yang kita dengar bermanfaat. Tidak semua yang kita dengar dapat langsung kita terapkan seperti apa adanya. Kita perlu menyimak apa yang kita dengar. Bangsa kita pernah dipecahbelahkan oleh berita bohong yang disampaikan musuh, yang juga adalah penjajah pada waktu itu. Karena bangsa kita tidak mendengar dengan kritis, kita akhirnya termakan oleh berita bohong tersebut, dan hal ini berakibat fatal: kita saling memusuhi satu dengan yang lain, yang membawa kemenangan bagi bangsa lain yang menjajah kita. 
Jadi, agar kebodohan ini tidak terjadi lagi, setiap berita yang kita dengar harus kita teliti sumbernya (apakah dapat dipercaya), kelengkapannya (apakah berita yang kita terima sudah lengkap dari orang-orang yang berkepentingan), dan tujuan dari penyampaian berita tersebut (apakah bertujuan untuk menghasut dan memecahbelahkan bangsa, atau untuk memberi semangat bangkit dari kehancuran). Setelah itu barulah kita teliti, apa manfaat yang bisa kita dapatkan dari berita tersebut: kesempatan untuk melakukan perubahan atau tindakan untuk mengatasi masalah. Jika berita yang kita dengar tidak ada manfaatnya, hanya sekedar gosip belaka, tidak usah kita dengarkan lebih lanjut. Berita yang kita dengar juga jangan langsung kita tolak. Kaji dulu apakah kita bisa memanfaatkan masukan yang kita terima tersebut, misalnya dengan mengadaptasinya terhadap situasi yang kita hadapi, atau kita bisa melakukan sedikit perubahan dari masukan ini agar bisa kita manfaatkan sesuai dengan kebutuhan. 
Mata dan telinga adalah jendela bagi masukan untuk perubahan ke arah perbaikan. Namun, jika tidak dioptimalkan dan tidak dikelola dengan baik, mata dan telinga juga bisa menjadi pintu kehancuran kita sendiri. Jadi, yang harus kita lakukan adalah mengoptimalkan fungsi mata dan telinga kita, agar bisa membawa kebaikan bagi kita, orang-orang di sekitar kita, serta bangsa kita. Selain itu, kita juga bisa memilih orang-orang, ataupun pemimpin bangsa yang memiliki mata yang mampu melihat kesenjangan yang terjadi saat ini, melihat pelajaran berharga yang bisa dipetik dari masa lalu, serta memiliki visi yang jelas untuk kesejahteraan dan kesuksesan di masa depan. 
Selain itu, kita juga perlu mencari orang-orang ataupun pemimpin bangsa yang memiliki kemampuan mendengar dengan tulus, dengan aktif dan dengan kritis, sehingga mau mendengarkan keluhan yang disampaikan serta mengelola informasi yang diterima dengan baik dan menjadikannya masukan berharga bagi rencana dan tindakan menuju perbaikan berkesinambungan. Bersama-sama dengan mereka kita bisa membawa perubahan positif, tidak hanya bagi kita sendiri, terutama bagi umat manusia. Selamat berlatih mengoptimalkan kemampuan mata dan telinga Anda, dan selamat memilih pemimpin yang memiliki ”mata” dan ”telinga” yang ”berfungsi” dengan optimal.
==================================================================
MATA & TELINGA JAngan Sampai Di salah Gunakan Ya.. nti Mata untuk Dengar.. Telinga untuk MElihat.. hahahaha LoL :p
Follow twitter @ardas__bgenk or Facebook : Hardiansyah GS
email : drh.hardiansyah@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar